Memelihara Lisan Menjaga Perasaan Dan Berkatalah Kepada Manusia Dengan Perkataan Yang Baik


Menjaga perasaan merupakan akhlaq yang mulia dan sebuah perbuatan yang utama lagi terpuji dan merupakan perilaku masyarakat yang beradab, serta sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam masyarakat. Dan seperti itulah tujuan adanya syariat Islam sebagaimana yang diperintahkan oleh Al-Qur’an, begitu pula akhlaq yang digambarkan oleh nabi ﷺ yang terpilih lagi mulia.

Sesungguhnya Allah tatkala menciptakan manusia, Allah menyusun di dalamnya panca indera dan perasaan. Panca indra dan perasaan ini berpengaruh di dalam muamalah seorang dengan selainnya, maka dari adanya interaksi tersebut akan berpengaruh terhadap pribadi pemiliknya. Adakalanya dia merasa bahagia, sedih, gundah gulana dan merana. Oleh karena itu sudah seharusnya panca indera itu dimuliakan dan perasaan harus diperhatikan.

Dan Islam merupakan agama yang indah serta sempurna, agama yang penuh kasih sayang dan agama yang beradab, maju di dalam keyakinan-keyakinannya dan syariat-syariatnya. Dan maju di dalam akhlaq serta interaksi sosialnya. Maka hal tersebut tidak akan mengabaikan aspek yang besar ini didalam pengaruhnya terhadap kejiwaan seorang muslim secara khusus dan manusia secara umum.

Sesungguhnya agama yang agung ini datang unutuk mengeluarakan manusia dari kegelapan menuju cahaya. Dan dari keyakinan-keyakinan yang sesat menuju kepada keyakinan-keyakinan yang benar. Begitu pula agama ini datang kepada mereka untuk mengeluarkan mereka dari setiap akhlaq yang buruk serta tercela menuju kepada akhlaq yang baik dan mulia. Maka agama islam mengobati akhlaq yang kasar dan merubahnya menjadi akhlaq yang penuh kasih sayang, saling menghargai serta berkemajuan. Bahkan sampai-sampai agama ini memerintahkan kepada pengikutnya untuk memilih ucapan-ucapan, kata-kata dan ungkapan-ungkapan yang tidak melukai perasaan orang lain. Allah berfirman,

وَقُل لِّعِبَادِي يَقُولُواْ ٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُۚ إِنَّ ٱلشَّيۡطَٰنَ يَنزَغُ بَيۡنَهُمۡۚ إِنَّ ٱلشَّيۡطَٰنَ كَانَ لِلۡإِنسَٰنِ عَدُوّٗا مُّبِينٗا

Artinya: “Dan katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (Q.S. Al-Isra’ ayat 53)

Maka Allah memerintahkan kepada kita, jika seorang dari kita hendak berbicara maka hendaklah memilih kata-kata yang paling baik, ungkapan yang paling indah, lafadz yang paling lembut dan makna yang paling jelas. Sehingga tidak meninggalkan untuk setan kesempatan untuk membuat perselisihan diantara hati-hati orang yang beriman. Maka sudah seharusnya bagi dirimu untuk menyeleksi kata-katamu dan ucapan-ucapanmu sehingga tidak meninggalkan kecuali perkataan yang paling baik, paling bagus, paling lembut, yang akan keluar dari lisanmu. Dan hal ini bukan hanya berlaku diantara kaum muslimin saja. Bahkan lurusnya agama Islam ini juga menghendaki kepada perasaan kerabat dekat, orang jauh, kaum muslim, orang kafir, orang yang taat, ahli maksiat. Allah berfirman,

....وَقُولُواْ لِلنَّاسِ حُسۡنٗا ....

Artinya “Dan katakanlah kepada manusia perkataan yang baik.” (Q.S. Al-Baqarah ayat 83)

Untuk seluruh manusia tanpa terkecuali.

Al-Qur’an terkandung didalamnya perintah-perintah yang berisikan anjuran ini dan anjuran-anjuran tersebut dalam berbagai ayat di dalamnya. Allah berfirman,

قَوۡلٞ مَّعۡرُوفٞ وَمَغۡفِرَةٌ خَيۡرٞ مِّن صَدَقَةٖ يَتۡبَعُهَآ أَذٗىۗ وَٱللَّهُ غَنِيٌّ حَلِيمٞ

Artinya: “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (Q.S. Al-Baqarah ayat 263)

Maka perkataan yang baik tanpa diungkit-ungkit itu lebih baik dan lebih utama daripada sebuah pemberian yang disertai dengan pengungkitan. Karena mengungkit-ungkit pemberian di dalam dapat menyakiti jiwa, mengganggu pikiran, menyakiti hati dan bentuk perendahaan kepada seorang hamba. Oleh karena itu hal tersebut dapat membatalkan sebuah amalan. Allah berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُبۡطِلُواْ صَدَقَٰتِكُم بِٱلۡمَنِّ وَٱلۡأَذَىٰ ....

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima).” (Q.S. Al-Baqarah ayat 264)

Dan Nabi ﷺ bersabda,

ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ، وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ الْمُسْبِلُ، وَالْمَنَّانُ، وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ

Artinya: “Ada 3 orang yang tidak akan Allah ajak bicara dan tidak pula Allah melihatnya pada hari kiamat, serta Allah tidak akan mensucikan mereka dan bagi mereka adzab yang pedih, orang yang isbal, orang yang mengungkit-ungkit pemberian, dan orang yang menjual dagangannya dengan sumpah palsu.” (H.R. Muslim no.75)

Dalam kisah nabi Yusuf ‘alaihissalam, Allah mengisahkan, nabi Yusuf berkata, “Dan sungguh Dia (Allah) telah berbuat baik kepadaku, ketika mengeluarkanku dari penjara.” Disini beliau tidak menyebutkan keburukan perbuatan yang dilakukan oleh saudara-saudaranya dan keburukan mereka yang telah lalu. Beliau hanya menyebut penjara, karena saudara-saudaranya bukan penyebab beliau masuk di dalamnya. Maka akhlaq yang seperti ini? Keindahan yang seperti apa pula? Serta adab dan penjagaan perasaan seperti apa ini?

Dan Allah berfirman kepada nabinya,

فَبِمَا رَحۡمَةٖ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمۡۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَۖ ...

Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (Q.S. Ali Imran ayat 159)

Yaitu seandainya engkau (Nabi ﷺ) berkata buruk, keras hati terhadap mereka, tentu mereka akan meninggalkanmu dan berpaling dari dirimu, dan tidak akan mendatangimu. Akan tetapi beliau ﷺ orang yang paling penyayang terhadap mereka dan orang yang paling peka dalam menjaga perasaan mereka. Sampai pun dalam dakwahnya kepada mereka serta ketika memperbaiki kesalahan-kesalahan mereka Aisyah radhiallahu’anha berkata, “Beliau tidak menyebut namanya supaya tidak menyakitin hatinya dan tidak membuka keburukannya dihadapan manusia.”

Dahulu Nabi ﷺ jika sampai kepada beliau dari salah seorang sahabatnya sesuatu yang beliau tidak sukai, maka beliau tidak mengatakan, “Kenapa si fulan melakukan ini ? akan tetapi beliau berkata, “Kenapa sebuah kaum melakukan ini?”

Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Umar radhiallahu’anhuma bahwa nabi Muhammad ﷺ bersabda,

لَا يُقِيمُ الرَّجُلُ الرَّجُلَ مِنْ مَجْلِسِهِ، ثُمَّ يَجْلِسُ فِيهِ

Artinya: “Janganlah seseorang menyuruh orang lain bangun dari tempat duduknya, kemudian ia duduk di tempat tersebut.” (H.R. Bukhari no.1923)

Karena dalam hal terebut dapat menyakiti hatinya, merendahkan kedudukan dan keberadaannya.

Perasaan anak kecil

Dahulu nabi ﷺ juga sangat memperhatikan perasaan anak kecil. Jika beliau melewati mereka beliau mengucapkan salam, jika mereka mendatangi Rasulullah ﷺ beliau mengusap kepala mereka dan mendo’akan mereka. Beliau juga memboncengkan mereka di kendaraan beliau dan beliau ﷺ juga mencandai mereka. Sebagimana perkataan beliau terhadap seorang anak kecil, “Wahai Abu Umair, apa yang dilakukan nughair (nama burung) ?

Sebagaimana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh An-Nasai, bahwasannya beliau pernah sholat mengimami manusia, kemudian beliau memanjangkan sujudnya. Ketika beliau telah selesai salam, maka beliau ditanya, “apa yang menyebabkan hal tersebut ? Beliau menjawab sesungguhnya cucuku menunggangiku, aku tidak suka trergesa-gesa sebelum dia menyelesaikan hajatnya.

Budak dan Pembantu

Dan sampai pun kepada pembantu dan budak, nabi ﷺ memerintahkan untuk menjaga perasaan mereka dan menghargai panca indra mereka. Mereka adalah seorang manusia yang diuji dengan perbudakan atau kebutuhan. Maka mereka juga mempunyai perasaan yang harus kita jaga dan hormati.

Dalam shahih muslim, bahwa nabi ﷺ bersabda “Janganlah salah seorang dari kalian berkata kepada budaknya, “Budakku” atau “budak wanitaku” karena setiap kalian adalah hamba-hamba Allah dan setiap wanita kalian adalah hamba-hamba wanita Allah, akan tetapi hendaknya mengatakan “Anak laki-laki ku” “anak-anak perempuanku” “pemuda-pemudaku” “Pemudi-pemudiku”. Dan dari Abu Dzar, nabi ﷺ bersabda “Saudara-saudara kalian adalah paman-paman kalian, Allah menjadikan mereka dibawah penguasaan kalian, maka barangsiapa yang saudaranya dibawah penguasaannya, hendaklah ia memberi makan dari apa yang ia makan, memberikan baju dari apa yang ia kenakan dan tidak membebani mereka dengan sesuatu yang tidak mereka mampu. Maka jika kalian membebani mereka dengan sesuatu maka bantulah mereka” (H.R. Bukhari) Dan yang paling indah dari hadits tersebut yaitu sabda rasulullah ﷺ jika salah seorang dari kalian mendatangi pembantunya dengan membawa makanan, hendaklah ia duduk bersamanya dan makanlah bersamanya satu suap atau dua suap, sepotong atau dua potong, karena sesungguhnya dia adalah wali dari kebebasannya dann obatnya.” (H.R. Bukhari)

Maka seorang pembantu adalah orang yang memasakkan makan dengan tangannya, begitupula dia yang mencium baunya, jika engkau mau duduk bersama mereka untuk makan maka engkau telah melakukan apa yang telah juga dilakukan oleh ibnu Umar, dan jikalau engkau tidak mau untuk melakukannya, maka janganlah mempersedikit pemberianmu kepada mereka atau mengambil sesuatu dari mereka dari makanan. Karena ketika engkau makan sedang mereka melihatmu, maka jiwa mereka juga merasakan keinginan yang sama denganmu.

Ridhalah terhadap manusia semuanya, sebagaimana engkau ridha terhadap dirimu sendiri karena sesungguhnya seluruh manusia sama dari sejenismu juga. Dan mereka punya jiwa seperti jiwamu dan perasaan seperti perasaanmu.

Binatang-binatang juga memiliki perasaan

Sungguh perhatian islam terhadap perasaan-perasaan juga mencakup terhadap bintang. Maka didalam agama kita yang agung ini juga memperhatikan perasaan binatang. Maka tidak boleh untuk menyakiti mereka. Dari Syaddad bin Aus, Rasulullah ﷺ bersabda, “ Jika kalian hendak membunuh maka bunuhlah dengan cara yang paling baik dan jika kalian menyembelih maka perbaguslah sembelihan kalian, hendaklah menajamkan pisau kalian dan menenangkan hewan sembelihan kalian.” (H.R. Muslim)

Dari Ibnu Abbas beliau berkata, “Rasulullah ﷺ melarang untuk menjadikan sesuatu yang bernyawa sebagai sasaran”. Suatu saat Ibnu Umar melewati sekelompok anak kecil dari Quraisy tengah menyiksa burung. Mereka melempari burung tersebut dengan panah. Maka ketika mereka melihat Ibnu Umar mereka langsung berlarian. Maka berkatalah Ibnu Umar : “Siapa yang melakukan ini?? Allah melaknat orang yang menjadikan sesuatu yang bernyawa sebagai sasaran” (H.R. Muslim)

Dan didalam sunan Abu Dawud, dari Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu, berkata, “Dulu kami bersafar bersama Rasulullah ﷺ, maka kemudian beliau berpindah untuk menunaikan hajah (keperluan). Maka kami melihat seekor induk burung merah bersama 2 anaknya, maka kami mengambil 2 anaknya, maka datanglah induknya mencari-cari kemudian Rosulullah ﷺ datang dan bersabda “Siapa yang mengagetkan burung ini dengan anak-anaknya? Kembalikan anaknya kepadanya. Dan beliau juga melihat rumah semut yang telah kami bakar maka beliau bertanya, “Siapa yang membakar ini? Maka kami berkata : “Kami”, beliau bersabda “Sesungguhnya tidak boleh menyiksa dengan api kecuali Rabb pencinta api (H.R. Abu Dawud).

Kurangnya perasaan

Ini adalah perasaan yang tinggi yang islam dan nabinya ajarkan kepada kita agar kehidupan manusia menjadi kehidupan yang penuh dengan kelembutan dan kebaikan.

Akan tetapi sebagian manusia tidak memiliki akhlaq ini, mereka sangat kurang dalam kepekaannya, miskin perasaannya, tidak berperasaan terhadap orang lain dan tidak peduli terhadap perasaan mereka. Membeku redup yang mengantarkan mereka kepada kesombongan. Dan ini merupakan kemiskinan yang paling jelek (bukanlah kemiskinan dengan miskin harta, akan tetapi miskin adalah miskin perasaan dan hati).

Sesungguhnya menyakiti perasaan, merusak kehormatan dan melukai jiwa-jiwa seseorang akan membawa kepada kebencian dan permusuhan. Melukai jiwa seseorang lebih besar daripada melukai jasadnya dan luka yang ditimbulkan oleh lisan lebih dahsyat dan dalam dari luka yang disebabkan oleh pedang dan pisau dan sebagian luka yang ditimbulkan tersebut tidak akan hilang seiring berlalunya waktu.

Dan sungguh ia berharap luka karena pedang akan hilang

Akan tetapi tidak akan hilang luka yang disebabkan oleh lisan

Luka yang ditimbulkan oleh pisau memilika kesamaan

Dan tidak ada yang menyamai luka yang ditimbulka oleh lisan


Ma’had Aly Makkah Boyolali, 09 Mei 2020 / 16 Ramadhan 1441 H

Diterjemahkan dari : https://www.islamweb.net
Penerjemah : Eri Wijaya
Artikel : mediamakkah.com